Senin 01 Apr 2019 20:50 WIB

Guru yang Berhijrah

Guru adalah arsitek peradaban.

Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan.
Foto: ist
Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan

Hijrah sejatinya adalah spirit bertransformasi menuju kebaikan yang terus menerus. Hijrah semestinya dimaknai secara luas dalam berbagai sendi kehidupan. Hijrah tidak hanya peristiwa perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain, melainkan setiap  perubahan dari satu keadaan menuju keadaan yang lebih baik.

Dalam konteks ini, saya ingin menariknya pada konteks keguruan. Adakah kita, para guru, telah berhijrah? Mari kita mengintrospeksi diri secara jujur. Apakah kita telah menjadi seorang pendidik dalam makna sebenarnya?

Ataukah selama ini kita hanya sebagai pengajar yang melakukan transfer pengetahuan? Namun, masih alpa menjadi seorang pendidik yang menanamkan iman dan membentuk adab murid-murid kita.

Mari kita mulai melakukan perjalanan ke dalam diri agar profesi kita sebagai guru penuh makna. Bila kita masih belum memenuhi profil guru yang pendidik, masih terbuka waktu dan kesempatan untuk memperbaiki diri. Sementara, bila kita merasa sudah cukup memenuhi profil sebagai pendidik, maka teruslah bertransformasi menjadi pendidik yang lebih sejati lagi. 

 

Pertama, apakah selama menjadi guru kualitas pribadi kita terus semakin baik? Kualitas pribadi yang tercermin dalam tutur kata dan sikap hidup keseharian. Bukan hanya selama di sekolah, tetapi juga di masyarakat. Mungkin saja ada beberapa guru yang di sekolah cukup baik, namun di masyarakatnya ia terasing dari kehidupan sosial. Tentu saja bukan seperti ini tipe guru sejati.

Guru haruslah menjadi teladan dengan kualitas pribadinya. Tidak hanya menjadi teladan bagi murid-muridnya di sekolah, melainkan juga bagi anak-anak lain dan warga di lingkungan masyarakatnya. Sebab, guru sejati adalah ia yang terus menerus bertransformasi memperbaiki kualitas dirinya agar menjadi teladan bagi setiap orang.     

Kedua, apakah selama menjadi guru ilmu kita terus bertambah? Profesi guru, dan sebenarnya profesi apapun, menuntut kita untuk terus belajar. Mengakses ilmu pengetahuan tiada henti agar kita mereguk wawasan dan kebijaksanaan. Sehingga, terus ada ilmu baru yang bisa kita sampaikan kepada murid-murid kita.

Menginspirasi lewat buku

Pernahkah kita merasa kehabisan bahan saat mengajar murid? Pastilah itu karena kita kekurangan stok ilmu. Akhirnya, kita hanya menyampaikan ilmu yang sudah berulang-ulang disampaikan selama bertahun-tahun sebelumnya. Nyaris tidak ada tambahan ilmu baru yang tersampaikan.

Karena itu, mari kita tanyakan kepada diri kita, berapa banyak buku yang kita baca dalam sebulan? Seberapa sering kita mengikuti forum kajian atau diskusi? Karena, lewat membaca dan diskusi itulah, ilmu kita akan terus bertambah. Dan, sejatinya manfaatnya terpulang kepada diri kita sendiri.

Ketiga, selama menjadi guru sudah berapa buku atau karya tulis yang dihasilkan? Masih ingat novel fenomenal Laskar Pelangi yang ditulis Andrea Hirata? Tanpa mengurangi rasa hormat saya, andai Bu Muslimah juga menulis tentang murid-muridnya, maka kisah Laskar Pelangi akan lebih kaya dan inspiratif. Karena, ditulis dari dua sudut pandang yakni guru dan murid.

Lebih dari itu, buku dan karya tulis kita akan menjadi warisan intelektual bagi murid-murid kita dan siapapun yang membacanya. Masa tugas kita mengajar dan mendidik ada batasnya. Dan, usia kita pun ada ajalnya.

Nah, lewat buku dan karya tulislah, kita masih bisa menginspirasi murid-murid kita dan oranglain. Bahkan, meski kita sudah meninggal sekalipun, selama buku-buku kita masih terus dibaca orang dan diwariskan lagi ke generasi setelahnya. Dan, ini adalah jariyah hasanah yang akan terus mengalir.     

Keempat, selama menjadi guru, sudah berapa banyak murid yang terinspirasi oleh kita? Seorang murid terinspirasi oleh gurunya umumnya karena kagum dengan kualitas pribadi gurunya, baik dari segi kemuliaan akhlak dan keistiqamahan ibadahnya maupun segi keluasan ilmu dan wawasannya. Pun karena ketulusannya dalam mengajar dan mendidik.

Biasanya seorang murid akan melakukan modeling kepada gurunya itu. Ia sering bertanya dan konsultasi seputar cita-cita dan masa depannya. Ia juga bertanya menggali pengalaman hidup sang guru.

Setelah lulus dari sekolah dan masuk jenjang kuliah, mereka masih terus berkomunikasi dengan guru tersebut. Dan, sesekali mengundangnya untuk sharing ilmu dan wawasan di kampusnya. Inilah beberapa indikator seorang guru telah menjadi inspirasi bagi murid-muridnya.

Karena itu, mari kita bertanya sudahkah kita memenuhi keempat poin di atas? Wahai para guru, mari kita terus berhijrah untuk bertransformasi menuju kualitas diri yang lebih baik setiap waktu. Karena, engkaulah sang arsitek peradaban.     

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement