Senin 17 Jun 2019 18:05 WIB

Menilik Bilik Dunia Pendidikan Kita

Pendidikan kita saat ini lebih diutamakan kepada kuantitas bukan kualitas.

Guru di Rumah Pintar Astra Nurul Falah, Dati Daniati, sedang mengajar murid-muridnya. Rumah pintar ini berada di Mengger Girang, Kelurahan Pasirluyu,  Kecamatan Regol, Kota Bandung.
Foto: Umar Mukhtar/Republika.co.id
Guru di Rumah Pintar Astra Nurul Falah, Dati Daniati, sedang mengajar murid-muridnya. Rumah pintar ini berada di Mengger Girang, Kelurahan Pasirluyu, Kecamatan Regol, Kota Bandung.

“Pendidikan adalah senjata yang sangat mematikan, karena lewat pendidikan maka kamu bisa mengubah dunia.”

(Nelson Mandela)

Baca Juga

Sebagai tokoh revolusioner dari Afrika Selatan ini, Nelson Mandela sangat menghargai pendidikan. Pendidikan dapat mengubah seseorang, membentuk pengetahuan, dan menciptakan kepribadian yang luhur.

Perubahan peradaban, kemajuan teknologi, pola hidup, bahkan pola pikir dipengaruhi oleh apa yang telah diperoleh manusia saat pendidikannya? Maka, pendidikan ibarat oksigen yang tak boleh hilang dalam mengarungi hidup ini.

Begitu pentingnya pendidikan sehingga pemerintah dalam Lampiran XIX Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107 Tahun 2017 tentang Perincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2018 menganggarkan 20 persen untuk pendidikan. Anggaran ini dipergunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan pendidikan.

Bahkan, mengeluarkan program beasiswa bagi keluarga tidak mampu agar tetap bisa bersekolah. Setiap tahun senantiasa menambah guru, dengan open recruitmen melalui CPNS. Ditambah lagi pemberian penghargaan bagi para guru, agar lebih semangat mengajar.

Namun, kebijakan itu tak seiring dengan kemajuan dunia pendidikan. Masalah pendidikan datang silih berganti. Mulai dari kasus kenakalan remaja yang menjamur di kalangan anak sekolah, hingga honor guru non-PNS yang bikin melongo. Sebagai contoh, di Kabupaten Ngawi ada sekolah SMP yang terancam ditutup karena kekurangan murid. Minimnya jumlah murid disebut-sebut sebagai alasan ditutupnya sekolah tersebut (Radarmadiun.co.id, 04/06).

Di sisi lain, fenomena kekurangan guru juga banyak terjadi. Sebagai contoh di Ngawi, sebuah kota kecil di Jawa Timur. Kota kecil ini masih membutuhkan banyak guru agama dan olahraga, padahal ratusan PNS baru saja direkrut. Menurut Kabid Pembinaan Ketenagaan Dindik Ngawi Fachrudin, kekurangan ini akan ditutupi dengan perekutan guru melalui jalur pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) (Jpnn.com, 08/06).

Problem pendidikan seakan tak bisa sirna. Padahal, berbagai kebijakan telah dilakukan. Mulai dari alokasi anggaran, perubahan kurikulum, hingga pengadaan persiapan calon pendidik telah disiapkan. Namun, segala solusi yang ditawarkan belum mampu menyelesaikan masalah pendidikan.

Fenomena kekurangan murid merupakan sesuatu yang tak lazim bagi negeri ini. Pasalnya, bonus demografi sedang menghampiri. Lantas, apakah yang telah menyebabkan sekolah bisa kekurangan murid? Apakah ini merupakan indikasi dari keberhasilan KB? Dua anak cukup. Jika KB menjadi salah satu faktor berkurangnya jumlah pelajar, maka bisa dipastikan beberapa tahun mendatang Indonesia akan minim penduduk usia muda. Padahal, kelahiran anak di luar pernikahan semakin meningkat. Akan dikemanakan generasi ini selanjutnya?

Tidak bisa dimungkiri, jumlah pelajar adalah salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan. Para generasi muda inilah yang akan membangun bangsa ini menjadi lebih baik. Akan tetapi, harapan itu hanya tinggal kenangan jika SDM-nya saja minim. Tak ayal jika kita perlu khawatir dengan semakin berkurangnya SDM muda.

Selain itu, masalah kurangnya tenaga pengajar menjadi momok tersendiri. Banyaknya perekrutan namun tidak diimbangi dengan gaji yang relevan membuat para guru jauh di bawah sejahtera. Apalagi jika ada kesenjangan antara guru ASN dengan non-ASN. Sebagaimana masalah menerima THR Lebaran kemarin.

Pantas jika kita mengatakan akar permasalahan ini bersumber dari ketidakjelasan konsep penyelesaian pendidikan. Teknik tambal sulam adalah harapan satu-satunya bagi para pemegang kebijakan. Di satu sisi menginginkan terbentuk generasi yang andal, di sisi lain kurangnya perhatian terhadap kualitas pendidikan.

Dalam dunia pendidikan saat ini lebih diutamakan kuantitasnya, anak lulus tepat waktu, guru memenuhi laporan, tunjangan cair, persyaratan administrasi terpenuhi. Jarang sekali memperhatikan bagaimana proses mereka lulus, mendapatkan nilai baik, kepribadian baik, dan guru juga jujur.

Berbeda halnya dengan Islam. Pendidikan dipandang sebagai suatu kebutuhan pokok bagi warganya. Negara juga mengambil peran terpenting dalam hal ini. Dalam menentukan kebijakan disandarkan pada aturan Allah.

Sehingga tujuan utama pendidikan adalah membentuk keimanan dan ketakwaan dalam individu. Serta mendorong para generasi untuk mengamalkan ilmunya demi kemakmuran umat. Bukan sekadar untuk menumpuk kekayaan.

Pada tingkat dasar, anak akan dididik agama. Setelah itu baru diperkenalkan dengan ilmu lainnya. Harapannya, agama yang mereka pegang akan menjadi landasan mengamalkan ilmu lainnya. Sehingga para generasi tidak akan terjerumus dalam lubang kemaksiatan.

Perhatian pada kesejahteraan guru itu sangat penting. Karena ilmu dipandang sesuatu yang berharga, maka gaji guru pun tidak sekenanya. Biaya keperluan pendidikan dialokasikan maksimal, dengan bersumber dari hasil pengolahan SDA.

Pengirim: Henyk Nur Widaryanti, Dosen Swasta

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement